Dalam refleksi buih lautan
Tersirat buas ganasnya bencana itu
Gemuruh sumbang, bibir laut menggarang
Tuntun amarah hingga kepuncak gunung dan jurang
Bumi pertiwi menangis lagi
Di minggu pagi, ketika tak sadar langit berelegi
Iringi Izrail turun ke rahim bumi, membawa seribu kabar kematian
: duka luka
Duka tanah rencong, luka anak negeri
*sewindu tsunami Aceh, kami tak lupa...istirahatlah dengan tenang wahai saudaraku
Sabtu, 29 Desember 2012
Selasa, 25 Desember 2012
Puisi Untuk Gaza Palestina
Pagi ini kudengar berita kurang sedap di televisi
Kemarin sore seorang mujahid syahid
Dengan dada robek dihujam roket Zionis
Kematiannya menyulut api di bukit zion Tel Aviv
Membakar Be'er Sheva hingga kejantung Jerussalem
Aku masih didepan televisi
Menonton barikade tentara iblis
Menyaksikan pongah manusia-manusia serakah
Aku masih didepan televisi
Mendengar berita tangis-jerit anakanak Gaza
menyaksikan iringan keranda-keranda syahida
Aku masih didepan televisi
Melihat darah tertumpah di bumi Allah Palestina
Yang bergolak karena ulah licik para kera yang hatinya telah lama durjana
Aku matikan televisi
Aku berdo'a "Allahummanshur ikhwaananal mujaahidiina fii Ghaza wa fii kulli makaan. Ya Rabbal Mustadh'afiin, Ya Rabbal 'Arsyil 'Azhiim". Amin
Save Al Quds, Free Gaza, Free Palestine
Kemarin sore seorang mujahid syahid
Dengan dada robek dihujam roket Zionis
Kematiannya menyulut api di bukit zion Tel Aviv
Membakar Be'er Sheva hingga kejantung Jerussalem
Aku masih didepan televisi
Menonton barikade tentara iblis
Menyaksikan pongah manusia-manusia serakah
Aku masih didepan televisi
Mendengar berita tangis-jerit anakanak Gaza
menyaksikan iringan keranda-keranda syahida
Aku masih didepan televisi
Melihat darah tertumpah di bumi Allah Palestina
Yang bergolak karena ulah licik para kera yang hatinya telah lama durjana
Aku matikan televisi
Aku berdo'a "Allahummanshur ikhwaananal mujaahidiina fii Ghaza wa fii kulli makaan. Ya Rabbal Mustadh'afiin, Ya Rabbal 'Arsyil 'Azhiim". Amin
Save Al Quds, Free Gaza, Free Palestine
Senin, 10 September 2012
Isyarat Luka Matahari
aku berlayar menuju luka matahari
menuju rindu tempat kau tanam duka
di pelabuhan tak bernama mungkin tiada
hanya satu isyarat kau wartakan kala itu
: kau menyebutnya cinta
dari manis ucapan mendenyutkan urat nadi
layarku mengembang
mencabik duka
merobek dada
mengkoyak jiwa
seribu tualang juga pengembaraan kulalui
dari perjalanan sehabis petang
dengan layar gontai;menguntai serpihan imaji yang ketelingsut di dada kiri
sejenak berilusi
bahkan berhalusinasi
: terbuai lena akan keniscayaan
dijalanan matahari sauh tak jua kudapati
dimana dirimu?
hanya riakriak kecil menyentuh ujung kaki
rupanya anakanak pantai memecah gulungan ombak
menggulung sauh hingga berserak
seraya tak percaya;layarku patah jadi dua
kujejak tanah tempatku berpijak
kaki bersinggungan semak
menapaki belukar perdu juga tangkai padma
mawar berduri pun tak ku anggap ada
berjalan tiada henti demi mendapatimu;dijalan gelap tanpa cahaya
menyibak gelombang;kuhantam karang
( bertanya pada laut yang menenggelamkan matahari )
dimana rimba rindu mu hendak kutaut
sedang diri tak temukan mu berdiri di tepi laut
aku berputar
mencari titik dimana langkahku menjejak
apakah ini hanya igauan?
kembali jiwa dilanda resah
ketika kusadar
laut menenggelamkanmu bersama matahari yang sempat kau isyaratkan
: cinta
( kini aku pahami isyarat itu )
menuju rindu tempat kau tanam duka
di pelabuhan tak bernama mungkin tiada
hanya satu isyarat kau wartakan kala itu
: kau menyebutnya cinta
dari manis ucapan mendenyutkan urat nadi
layarku mengembang
mencabik duka
merobek dada
mengkoyak jiwa
seribu tualang juga pengembaraan kulalui
dari perjalanan sehabis petang
dengan layar gontai;menguntai serpihan imaji yang ketelingsut di dada kiri
sejenak berilusi
bahkan berhalusinasi
: terbuai lena akan keniscayaan
dijalanan matahari sauh tak jua kudapati
dimana dirimu?
hanya riakriak kecil menyentuh ujung kaki
rupanya anakanak pantai memecah gulungan ombak
menggulung sauh hingga berserak
seraya tak percaya;layarku patah jadi dua
kujejak tanah tempatku berpijak
kaki bersinggungan semak
menapaki belukar perdu juga tangkai padma
mawar berduri pun tak ku anggap ada
berjalan tiada henti demi mendapatimu;dijalan gelap tanpa cahaya
menyibak gelombang;kuhantam karang
( bertanya pada laut yang menenggelamkan matahari )
dimana rimba rindu mu hendak kutaut
sedang diri tak temukan mu berdiri di tepi laut
aku berputar
mencari titik dimana langkahku menjejak
apakah ini hanya igauan?
kembali jiwa dilanda resah
ketika kusadar
laut menenggelamkanmu bersama matahari yang sempat kau isyaratkan
: cinta
( kini aku pahami isyarat itu )
Minggu, 09 September 2012
Elegi Senja
Sekelumit doa dan senja terdampar di pucat bianglala
Mentari dan kepak camar saling berebut selimut malam
Diantar sahutan kumandang adzan mencari perlindungan
Mereka bertasbih memuji Tuhannya
Kujemput rakaat di mimbar paling sunyi
Dan barat adalah tempat berkumpulnya mata hati
Sebuah elegi senja telah aku tuntaskan
Menjadikannya isyarat menuai malam
Syair malam rakaat purba, menelisik relung jiwa atas dosa-dosa
Di seuntai gemerlap duniawi mata memandang ke arah arsyi
Nampaklah kengerian, sudikah kiranya Tuhan berikan surga untukku
Dentuman hati terpancang bisu
Kaku mata tak sanggup menelaah tipuan fana
Sejenak tafakurkan diri
Mengharap cahaya Illah, Rabb'ul Izzati
Mentari dan kepak camar saling berebut selimut malam
Diantar sahutan kumandang adzan mencari perlindungan
Mereka bertasbih memuji Tuhannya
Kujemput rakaat di mimbar paling sunyi
Dan barat adalah tempat berkumpulnya mata hati
Sebuah elegi senja telah aku tuntaskan
Menjadikannya isyarat menuai malam
Syair malam rakaat purba, menelisik relung jiwa atas dosa-dosa
Di seuntai gemerlap duniawi mata memandang ke arah arsyi
Nampaklah kengerian, sudikah kiranya Tuhan berikan surga untukku
Dentuman hati terpancang bisu
Kaku mata tak sanggup menelaah tipuan fana
Sejenak tafakurkan diri
Mengharap cahaya Illah, Rabb'ul Izzati
Lorong Doa
#1
Ketika aku pudar dan tak mampu menggenggam kabut
Ketika angin melenyapkan kata-kata di keningku
Ketika bathin terkoyak di tumpukan belulang zaman
Aku ingin Engkau mengasuh lentik matahari yang sembunyi di ketiak ku
Mendinginkan baranya
Hempaskan limbaknya yang gaduh mengguruh
#2
Disaat aku kehilangan arah dan kuyup basah oleh gigil hujan
Disaat kalut melintas di dahi berkerut
Dan saat raga tak mampu menopang gerak langkah
Tunjukkan padaku bahwasanya ada kuasaMu mengalir di sungai jiwaku
#3
Tuhan,
Tuliskan qalamMu pada segenap jiwaku yang ringkih
Hingga tak ku rasai perih
Sebait saja ucapan salam dari surga
Biar kucari hakikat cinta
Dan kutapaki jejak rahmah menuju singgasanaMu
Ketika aku pudar dan tak mampu menggenggam kabut
Ketika angin melenyapkan kata-kata di keningku
Ketika bathin terkoyak di tumpukan belulang zaman
Aku ingin Engkau mengasuh lentik matahari yang sembunyi di ketiak ku
Mendinginkan baranya
Hempaskan limbaknya yang gaduh mengguruh
#2
Disaat aku kehilangan arah dan kuyup basah oleh gigil hujan
Disaat kalut melintas di dahi berkerut
Dan saat raga tak mampu menopang gerak langkah
Tunjukkan padaku bahwasanya ada kuasaMu mengalir di sungai jiwaku
#3
Tuhan,
Tuliskan qalamMu pada segenap jiwaku yang ringkih
Hingga tak ku rasai perih
Sebait saja ucapan salam dari surga
Biar kucari hakikat cinta
Dan kutapaki jejak rahmah menuju singgasanaMu
Sebuah Cerita
Aku yang sedang sendu teringat ibuku
Pernah ia bercerita tentang ketika aku terlahir yatim
Saat itu mentari tengah piatu
Padam tanpa bara
Hanya kecipak telaga memecah keheningan
Riaknya serupa goresan
Menuliskan alur kehidupan
Kehidupanku di tanah peradaban
Hingga tertidur panjang
Pernah ia bercerita tentang ketika aku terlahir yatim
Saat itu mentari tengah piatu
Padam tanpa bara
Hanya kecipak telaga memecah keheningan
Riaknya serupa goresan
Menuliskan alur kehidupan
Kehidupanku di tanah peradaban
Hingga tertidur panjang
Puisi Yang Terkoyak
Teringat ketika aku menulis puisi
Di sebongkah cermin yang retak, hatimu
Baitnya serupa gelas retak yang berserak
Belumlah ia ku beri raut
Namun badai topan merobeknya
Membuat ia terburai dan hancur berkeping-keping
Puisi serupa harapan gugur,
terkoyak
Di sebongkah cermin yang retak, hatimu
Baitnya serupa gelas retak yang berserak
Belumlah ia ku beri raut
Namun badai topan merobeknya
Membuat ia terburai dan hancur berkeping-keping
Puisi serupa harapan gugur,
terkoyak
Kenangan Untuk Dinda
: Kepada Dinda
Masih kah kau mengingatnya?
Kenangan tempo dulu yang kita ukir di wajah kekasih
Kita mengeja riakriak telaga dibawah purnama
Tentang sukacita embun yang memeluk dahan jambu
Beria kita di bawahnya
Di tepi telaga yang kusebut kenang
Sebatas kenang dari matamu yang kunangkunang
Ku buatkan engkau perahu kertas dari surat cinta yang kau kabarkan padaku
Dari bentang takdir yang Dia alamatkan pada kita
Ya, tentang asmara dua hati yang tak bertaut oleh sebab kematian
Dulu sekali ku ingin bercerita tentang matahari yang dingin di punggungmu
Dan pelangi tampak berkilau dengan warnawarna di matamu
Saat kita hitung berapa lembar daun yang gugur menjadi kertas tempat kita torehkan cerita sebuah masa
Namun, tidaklah kau tahu bahwa kabut telah menutup pandangku dari melihatmu
Kini hanya aksaraaksara beku dan ayatayat yang terukir di batu nisan terkikis tempias hujan di sudut luka
Sisakan abadi sebuah duka
Aku mengingatnya, kusebut sejarah
Sekarang engkau seonggok tubuh kaku
Berselimut duka dan abadi di bawah kamboja
Dan bau kenanga dan beberapa helai kelopak mawar
Tak lagi kurasa wangi yang kau semat di dada
Dinda, perahu kertas itu kini berlayar
Bersama surat cinta dengan ribuan rindu yang tertulis di dalamnya
Berlayar menuju dermaga tempat engkau menambatkan hati
Berlayar di genang mataku yang serupa danau
Tempat kita berpesta sesaat
Masih kah kau mengingatnya?
Kenangan tempo dulu yang kita ukir di wajah kekasih
Kita mengeja riakriak telaga dibawah purnama
Tentang sukacita embun yang memeluk dahan jambu
Beria kita di bawahnya
Di tepi telaga yang kusebut kenang
Sebatas kenang dari matamu yang kunangkunang
Ku buatkan engkau perahu kertas dari surat cinta yang kau kabarkan padaku
Dari bentang takdir yang Dia alamatkan pada kita
Ya, tentang asmara dua hati yang tak bertaut oleh sebab kematian
Dulu sekali ku ingin bercerita tentang matahari yang dingin di punggungmu
Dan pelangi tampak berkilau dengan warnawarna di matamu
Saat kita hitung berapa lembar daun yang gugur menjadi kertas tempat kita torehkan cerita sebuah masa
Namun, tidaklah kau tahu bahwa kabut telah menutup pandangku dari melihatmu
Kini hanya aksaraaksara beku dan ayatayat yang terukir di batu nisan terkikis tempias hujan di sudut luka
Sisakan abadi sebuah duka
Aku mengingatnya, kusebut sejarah
Sekarang engkau seonggok tubuh kaku
Berselimut duka dan abadi di bawah kamboja
Dan bau kenanga dan beberapa helai kelopak mawar
Tak lagi kurasa wangi yang kau semat di dada
Dinda, perahu kertas itu kini berlayar
Bersama surat cinta dengan ribuan rindu yang tertulis di dalamnya
Berlayar menuju dermaga tempat engkau menambatkan hati
Berlayar di genang mataku yang serupa danau
Tempat kita berpesta sesaat
Rabu, 11 Juli 2012
Jika Saja Malam Ini Ada
Bersama kebekuan raga didera gigil embun
Kutatap selembar ilalang yang berdiri di beranda rumah
Daunnya gemerisik, diterpa bayu
Seolah beribu tanya hadir dalam benaknya
Jika saja saat itu kau tak menghampiri
Aku mungkin tak disini
Meretas pilu,
Tuntaskan kembara yang mengembara tak tentu arah
Namun semua telah berakhir
Kini, aku berjalan menyusuri detak nadi
Lewat semburat bayang mimpi yang ada kamunya
Bersama kumpulan kunang-kunang di beranda
Dan selembar ilalang yang menyimpan beribu tanda tanya
Rangkumlah,
Jadikan olehmu kepingan isyarat, hingga tiada berkarat
Andai saja malam ini ada, tentu aku tak akan menantimu
Embun dan ilalang
Bayu serta kunang-kunang pun bersuara
Dan kamu, adalah malam yang kurindu
Kutatap selembar ilalang yang berdiri di beranda rumah
Daunnya gemerisik, diterpa bayu
Seolah beribu tanya hadir dalam benaknya
Jika saja saat itu kau tak menghampiri
Aku mungkin tak disini
Meretas pilu,
Tuntaskan kembara yang mengembara tak tentu arah
Namun semua telah berakhir
Kini, aku berjalan menyusuri detak nadi
Lewat semburat bayang mimpi yang ada kamunya
Bersama kumpulan kunang-kunang di beranda
Dan selembar ilalang yang menyimpan beribu tanda tanya
Rangkumlah,
Jadikan olehmu kepingan isyarat, hingga tiada berkarat
Andai saja malam ini ada, tentu aku tak akan menantimu
Embun dan ilalang
Bayu serta kunang-kunang pun bersuara
Dan kamu, adalah malam yang kurindu
Di Kotamu
Di jalan mana lagi kudapatkan sungging senyummu
Adakah tempat selain disini, tempat kita menebarkan benih-benih mimpi
Mawar yang kuselipkan di kupingmu telah rebah ditanah yang basah
Jatuh tanpa alas bersamaan dengan mengeringnya darahku
Qalbu merintih, aku tertatih
Ketika ku hitung sebaris rindu
Di sini, di batas senja
Saat aku kembali ke kotamu
Adakah tempat selain disini, tempat kita menebarkan benih-benih mimpi
Mawar yang kuselipkan di kupingmu telah rebah ditanah yang basah
Jatuh tanpa alas bersamaan dengan mengeringnya darahku
Qalbu merintih, aku tertatih
Ketika ku hitung sebaris rindu
Di sini, di batas senja
Saat aku kembali ke kotamu
Minggu, 01 Juli 2012
Kusebut Kau Jelita
Jelita, engkaukah itu ?
Yang bernyanyi di suatu malam temaram
Di suasana paling hening
Meremah sunyi menghitung degupan rindu
Merdu suaramu ah menggetarkan naluri
Takjub mataku memandang elok parasmu dalam bingkai puisi
Sungguh seperti melihat keindahan sesungguhnya dalam hidup
Jelita, lihat olehmu,, kaku mataku tak mampu mengerjap sedikitpun
Laksana bidadari dengan berjuta sayap, kau begitu anggun di sela gemulai tarian ilalang yang rebah dipelataran malam
Duhai Jelita, kau kini berdiri di pusara jiwa
Kau beri aku sebentuk cinta yang sederhana
Akan kutuang di jelaga semesta
Bagai kelembutan jingga di tepi cakrawala
Untukmu yang kusebut Jelita,
kucipta kata yang kupetik dari binar matamu yang kejora
Yang bernyanyi di suatu malam temaram
Di suasana paling hening
Meremah sunyi menghitung degupan rindu
Merdu suaramu ah menggetarkan naluri
Takjub mataku memandang elok parasmu dalam bingkai puisi
Sungguh seperti melihat keindahan sesungguhnya dalam hidup
Jelita, lihat olehmu,, kaku mataku tak mampu mengerjap sedikitpun
Laksana bidadari dengan berjuta sayap, kau begitu anggun di sela gemulai tarian ilalang yang rebah dipelataran malam
Duhai Jelita, kau kini berdiri di pusara jiwa
Kau beri aku sebentuk cinta yang sederhana
Akan kutuang di jelaga semesta
Bagai kelembutan jingga di tepi cakrawala
Untukmu yang kusebut Jelita,
kucipta kata yang kupetik dari binar matamu yang kejora
Sabtu, 23 Juni 2012
Bait Penantian
Malam bertalu di atas lamunan fikir Mentafakuri jiwa yang kembali terdampar kelam
Menghitung doa di bait terkaram
Ku kutuk gelap atas elegi hidup yang tak berkesudahan
Aku memutar tanya disepertiga malam
Pada langit yang menangisi gemintang
Akankah kau kembali pada pusara jiwaku
Membawa nyanyian rindu yang kau selipkan di selasar semesta
Jalan mana lagi yang harus kutempuh, hingga kau mengerti, dan percaya atas semua ucapanku,
Di suatu senja ranum, di debaran rasa yang. meronta
Di besarnya gejolak rasa benci yang hebat menderu
Namun semua samar, diam dalam do'a
Seakan semuanya sirna di telan kegelapan
Ataukah hening memutar takdir di jingga yang ditinggalkaan kepak camar senja
Aku menantimu di ceruk hati
Di janji pagi saat kita ukir cinta di bening airmata
Di ketika kita tuang rindu di balik jendela asa
Dikala kau dan aku mengeja detak hati di keremangan semesta
Ya, Tentang mimpi
Harapan
Cita-cita...........
Baiknya aku katakan " aku menyayangimu hari ini, esok hingga semua tersampaikan..."
#aku menantimu, disini di keremangan alam
Jangan jadikan ia jalang, Dhara kasihku
Menghitung doa di bait terkaram
Ku kutuk gelap atas elegi hidup yang tak berkesudahan
Aku memutar tanya disepertiga malam
Pada langit yang menangisi gemintang
Akankah kau kembali pada pusara jiwaku
Membawa nyanyian rindu yang kau selipkan di selasar semesta
Jalan mana lagi yang harus kutempuh, hingga kau mengerti, dan percaya atas semua ucapanku,
Di suatu senja ranum, di debaran rasa yang. meronta
Di besarnya gejolak rasa benci yang hebat menderu
Namun semua samar, diam dalam do'a
Seakan semuanya sirna di telan kegelapan
Ataukah hening memutar takdir di jingga yang ditinggalkaan kepak camar senja
Aku menantimu di ceruk hati
Di janji pagi saat kita ukir cinta di bening airmata
Di ketika kita tuang rindu di balik jendela asa
Dikala kau dan aku mengeja detak hati di keremangan semesta
Ya, Tentang mimpi
Harapan
Cita-cita...........
Baiknya aku katakan " aku menyayangimu hari ini, esok hingga semua tersampaikan..."
#aku menantimu, disini di keremangan alam
Jangan jadikan ia jalang, Dhara kasihku
Senin, 18 Juni 2012
K.A.T.A
Aku menggenggam sejumlah kata yang belum sempat aku bisikkan di telingamu, jelita
Tentang sebuah keinginan yang kini menggelayut di dada
Kata yang memenjarakan diri di jelaga Fatamorgana
Yang menari-nari di ceruk hati
Menggetarkan nurani
Ya, di dada ini ada sebongkah kata berlarik kesungguhan
Menggema, berlarian di sekepalan tangan
Yang kuceritakan pada sekumpulan kunang-kunang, selepas magrib
Kuletakan kata ini di sebilah sepi malam
Di ujung semesta jingga di saat hujan mengguyur sunyi alam
Ah, sungguh betapa ingin aku mengatakannya padamu, juwita
Hingga tak menjadi gumpalan-gumpalan debu
Di kisi-kisi hati yang debar menderu
Maukah engkau mendengarkannya walau seucap?
Dan aku tak meminta kata ini untuk kau dekap
Sebab kata-kataku mengembara menyusuri sudut tergelap
Ketahuilah, kata ini kata-kata yang tak'kan pernah aku ucapkan walau sepatah kata
Kecuali ketika aku benar-benar mendekapmu di relung hati...
Tentang sebuah keinginan yang kini menggelayut di dada
Kata yang memenjarakan diri di jelaga Fatamorgana
Yang menari-nari di ceruk hati
Menggetarkan nurani
Ya, di dada ini ada sebongkah kata berlarik kesungguhan
Menggema, berlarian di sekepalan tangan
Yang kuceritakan pada sekumpulan kunang-kunang, selepas magrib
Kuletakan kata ini di sebilah sepi malam
Di ujung semesta jingga di saat hujan mengguyur sunyi alam
Ah, sungguh betapa ingin aku mengatakannya padamu, juwita
Hingga tak menjadi gumpalan-gumpalan debu
Di kisi-kisi hati yang debar menderu
Maukah engkau mendengarkannya walau seucap?
Dan aku tak meminta kata ini untuk kau dekap
Sebab kata-kataku mengembara menyusuri sudut tergelap
Ketahuilah, kata ini kata-kata yang tak'kan pernah aku ucapkan walau sepatah kata
Kecuali ketika aku benar-benar mendekapmu di relung hati...
Sabtu, 16 Juni 2012
Maksud Hati
Keinginanku angin yang mengembarakan kata ini kepadamu
Yang tersimpan di balik malam yang sepi
Sementara biarlah ku katupkan mata ini
Sembari mengeja rindu
Mungkin kau tak sadar
Ada keindahan yang kususun di balik rona geliatmu
Seperti irama jangkrik menyambut hujan
Riuh diantara gemerisik dedaun di belai bayu
Kata ini melintas di keningmu menaburkan sepi langit senja tadi
Bilakah jingga telah mengetahui kabar
Dan aku gemetar tertunduk di kelopak matamu yang nanar...
Yang tersimpan di balik malam yang sepi
Sementara biarlah ku katupkan mata ini
Sembari mengeja rindu
Mungkin kau tak sadar
Ada keindahan yang kususun di balik rona geliatmu
Seperti irama jangkrik menyambut hujan
Riuh diantara gemerisik dedaun di belai bayu
Kata ini melintas di keningmu menaburkan sepi langit senja tadi
Bilakah jingga telah mengetahui kabar
Dan aku gemetar tertunduk di kelopak matamu yang nanar...
Minggu, 27 Mei 2012
Rintik Hujan Kaukah Itu ?
Gemuruh nafas menggema di dadaku yang paling sunyi
Seiring kelebat hujan malam ini menghujam sinis namun tak mampu kucebis
Tiada kuasa kuredakan rintiknya yang kian meruncing bak sebilah renjana
Nyalang mataku mencari sudut tempat dimana kau letakan adaku
Kian jalang aku mengalur rindu diriuhnya jinggamu
Dingin merambah sukma,
Membuncah pecah ketika kau menjejak di tanahku yang basah
Rintik hujan, kau kah itu ?
Yang mengiramakan sendu pada kerling matamu yang kejora
Yang melagukan gamang pada garis alis binar, dan hitam bola matamu
Tak ada selengkung pelangi di lentik matamu, jika biru lebam masih tertinggal di pucuk sendumu
Tak ada indah atau setitik cahaya pun di bola matamu jika gamang selalu menghantuimu
: ahh aku ingin bergelayut diantaranya, lalu ku sibak hujan yang menggenang disudut mata dan lentik hitam bulu matamu,...
Bisikku dikala malam tak berbintang pada sekawanan kunang-kunang yang ingin segera pulang
Sepi langit yang semakin gulita, kini riuh oleh bising kilatan cahaya yang sesekali mendesing memekakkan telinga
Kunang-kunangpun berlarian
Namun, dingin masih mendekapmu yang enggan beranjak dari teras hatimu
Dhara, irama sendumu memecah keheningan malamku, pada sesobek kelam
Biar hujan temaniku saat ini,
Karena tiap rintiknya, kurasakan adamu dan kuingat isak tangismu di malam lalu.....
Seiring kelebat hujan malam ini menghujam sinis namun tak mampu kucebis
Tiada kuasa kuredakan rintiknya yang kian meruncing bak sebilah renjana
Nyalang mataku mencari sudut tempat dimana kau letakan adaku
Kian jalang aku mengalur rindu diriuhnya jinggamu
Dingin merambah sukma,
Membuncah pecah ketika kau menjejak di tanahku yang basah
Rintik hujan, kau kah itu ?
Yang mengiramakan sendu pada kerling matamu yang kejora
Yang melagukan gamang pada garis alis binar, dan hitam bola matamu
Tak ada selengkung pelangi di lentik matamu, jika biru lebam masih tertinggal di pucuk sendumu
Tak ada indah atau setitik cahaya pun di bola matamu jika gamang selalu menghantuimu
: ahh aku ingin bergelayut diantaranya, lalu ku sibak hujan yang menggenang disudut mata dan lentik hitam bulu matamu,...
Bisikku dikala malam tak berbintang pada sekawanan kunang-kunang yang ingin segera pulang
Sepi langit yang semakin gulita, kini riuh oleh bising kilatan cahaya yang sesekali mendesing memekakkan telinga
Kunang-kunangpun berlarian
Namun, dingin masih mendekapmu yang enggan beranjak dari teras hatimu
Dhara, irama sendumu memecah keheningan malamku, pada sesobek kelam
Biar hujan temaniku saat ini,
Karena tiap rintiknya, kurasakan adamu dan kuingat isak tangismu di malam lalu.....
Kusebut Namamu Jelita
kuharap, malam belumlah pekat...
Sebab ingin kutatah namamu yang masih melekat di hujung senja
Aku berlabuh di bingkai hatimu nan riuh
Pada sekumpulan huruf sepi, yang kugamit dari karamnya waktu
Pada jingga yang meninggalkan tapak jemari kaki, saat kuraih namamu di selasar gemintang yang paling terang
Aku melihatmu berayun, pada ranting malam
Yang sedang syahdu memetik dawai ditengah kerumunan kunang-kunang
Seakan mendengarkan khusyu, ketika engkau memainkan irama merdu
Tentangmu, segalanya tak terbatas, walau aku berdiri ditepian batas
Sekali lagi, kusebut namamu Jelita
Seketika itu pula, rindu menghujamku
Biarkan senyum mu terus berpendar, laiknya sebuah cahaya, menuntunku dari gulita kepada benderang
Hingga semua tersampaikan, dan tak ada batasan jeda, pun waktu bertekuk lutut di jemari kakiku..
Sebab ingin kutatah namamu yang masih melekat di hujung senja
Aku berlabuh di bingkai hatimu nan riuh
Pada sekumpulan huruf sepi, yang kugamit dari karamnya waktu
Pada jingga yang meninggalkan tapak jemari kaki, saat kuraih namamu di selasar gemintang yang paling terang
Aku melihatmu berayun, pada ranting malam
Yang sedang syahdu memetik dawai ditengah kerumunan kunang-kunang
Seakan mendengarkan khusyu, ketika engkau memainkan irama merdu
Tentangmu, segalanya tak terbatas, walau aku berdiri ditepian batas
Sekali lagi, kusebut namamu Jelita
Seketika itu pula, rindu menghujamku
Biarkan senyum mu terus berpendar, laiknya sebuah cahaya, menuntunku dari gulita kepada benderang
Hingga semua tersampaikan, dan tak ada batasan jeda, pun waktu bertekuk lutut di jemari kakiku..
Semesta Cinta Kita
Tahukah engkau Jelita ?
Semesta cinta kita terangkai di lembah hati yang padu!
Kita tak pernah terpisahkan
Kita adalah satu kesatuan, biar ku sapa rembulan yang terlelap di buaian malam,
Kesabaranmu membuatku bertahan
Bertahan dari jerit hati yang menagih rindu
Bertahan dari amukan gelora jiwa di sulur perdu
Kepada warnamu kuterjemahkan igauku
Lamunku biru menderu rindu
Dekap aku,pintaku!
Redakan gundah hati karena merindukanmu
Kau riuhkan aku, dari irama jiwa ketika aku tersudut sepi
Kau bangkitkan aku, kala gundah datang menghampiri
Bidadari, adalah engkau,! Kilaumu pancaran sejati
Aura wujudmu bening menjeling tajam halau galau di hamparan sudut sunyi
Aku ingin selalu merasakan detak jantungmu
Merasakan wangi ditiap hembus alunan nafasmu..
Semesta cinta kita terangkai di lembah hati yang padu!
Kita tak pernah terpisahkan
Kita adalah satu kesatuan, biar ku sapa rembulan yang terlelap di buaian malam,
Kesabaranmu membuatku bertahan
Bertahan dari jerit hati yang menagih rindu
Bertahan dari amukan gelora jiwa di sulur perdu
Kepada warnamu kuterjemahkan igauku
Lamunku biru menderu rindu
Dekap aku,pintaku!
Redakan gundah hati karena merindukanmu
Kau riuhkan aku, dari irama jiwa ketika aku tersudut sepi
Kau bangkitkan aku, kala gundah datang menghampiri
Bidadari, adalah engkau,! Kilaumu pancaran sejati
Aura wujudmu bening menjeling tajam halau galau di hamparan sudut sunyi
Aku ingin selalu merasakan detak jantungmu
Merasakan wangi ditiap hembus alunan nafasmu..
Aku Ingin Merangkulmu
Di altar malam,diseparuh purnama yang kelam
Kembali kurenungi arti dirimu di hidupku
Serupa riak-riak kecil yang menyentuh kalbu,
Membasahi nurani, menggenang jiwa
Masih kubaca garis wajahmu, pada kesunyian di separuh purnama yang temaram
Ada sayu bertutur gagu
Aku gugup menuliskan rindu, sebagai persembahan kerdilku
Biar kukatakan sayang,
Jangan kau rahasiakan wujudmu, bahwasanya ada sunyi melindap didasar hati
Dan, tak jarang pula kesal melagu
Menginginkan kau mengetuk sunyiku
Aku ingin tenggelam karam di hatimu
Selami kehangatan rasa yang kau beri di birunya cinta
Pada bahtera yang kita kayuh dan bina dikeluasan semesta,
Riuh alam berdendang sayang
Menertawakanku yang tengah meracau bimbang,
Rindu mendesau aku dikutuk waktu, di sebongkah renjana yang tak tahu malu
Aku ingin merangkulmu
: Masihkah ada sebilik ruang untukku yang tak padam
Pada hingar matamu yang menyala tajam
Lalu, tuntaskan kembara_ku hingga tak jalang....
Kembali kurenungi arti dirimu di hidupku
Serupa riak-riak kecil yang menyentuh kalbu,
Membasahi nurani, menggenang jiwa
Masih kubaca garis wajahmu, pada kesunyian di separuh purnama yang temaram
Ada sayu bertutur gagu
Aku gugup menuliskan rindu, sebagai persembahan kerdilku
Biar kukatakan sayang,
Jangan kau rahasiakan wujudmu, bahwasanya ada sunyi melindap didasar hati
Dan, tak jarang pula kesal melagu
Menginginkan kau mengetuk sunyiku
Aku ingin tenggelam karam di hatimu
Selami kehangatan rasa yang kau beri di birunya cinta
Pada bahtera yang kita kayuh dan bina dikeluasan semesta,
Riuh alam berdendang sayang
Menertawakanku yang tengah meracau bimbang,
Rindu mendesau aku dikutuk waktu, di sebongkah renjana yang tak tahu malu
Aku ingin merangkulmu
: Masihkah ada sebilik ruang untukku yang tak padam
Pada hingar matamu yang menyala tajam
Lalu, tuntaskan kembara_ku hingga tak jalang....
Sabtu, 28 April 2012
Hening, Kudapati Di Simpul Namamu
#1 sudah punahkah katakata itu?
tertelan amarah yang mereka pun tidak tahu
Hanya, gemuruh dalam dadamu yang bergelayut manja di relung semesta
memaksa tungkaiku tuk terus berjalan lewati labirin kesunyian menuju pengasingan
sudah larut,kau masih saja diam,
tak sepatah kata pun kau ucap
Lihatlah aku, bersenggama dalam angan
menanti kabar tuk tema mimpi malam
#2 sungguh, tidaklah sepi langit sore, kulihat begitu riuh beranda jinggamu,
kuyakin ada selusin bahasa indah yg kau sembunyikan dibalik sayapmu
namun, hanya sebongkah desah udara malam di balik kabut basah
menghalangi tatapan bersekat hitam nan muram, cahaya nan kelam
berselimut awan tak hujan,
tinggalah rindu mencabik pusara jiwa,.
#3 malam..gemerisik ranting syahdu memecah keheningan
terdiam renungi makna diri
hanyut dalam seribu lamunan
memandang cakrawala yg hitam mengkelam
seolah merasuki jiwa dengan belaian symfoni tanpa nada..
aku tiadalah berdaya dalam genggaman-Nya..
ya Rabbi,khusukku dlm do'a
semoga terjawab yg ku damba..
tertelan amarah yang mereka pun tidak tahu
Hanya, gemuruh dalam dadamu yang bergelayut manja di relung semesta
memaksa tungkaiku tuk terus berjalan lewati labirin kesunyian menuju pengasingan
sudah larut,kau masih saja diam,
tak sepatah kata pun kau ucap
Lihatlah aku, bersenggama dalam angan
menanti kabar tuk tema mimpi malam
#2 sungguh, tidaklah sepi langit sore, kulihat begitu riuh beranda jinggamu,
kuyakin ada selusin bahasa indah yg kau sembunyikan dibalik sayapmu
namun, hanya sebongkah desah udara malam di balik kabut basah
menghalangi tatapan bersekat hitam nan muram, cahaya nan kelam
berselimut awan tak hujan,
tinggalah rindu mencabik pusara jiwa,.
#3 malam..gemerisik ranting syahdu memecah keheningan
terdiam renungi makna diri
hanyut dalam seribu lamunan
memandang cakrawala yg hitam mengkelam
seolah merasuki jiwa dengan belaian symfoni tanpa nada..
aku tiadalah berdaya dalam genggaman-Nya..
ya Rabbi,khusukku dlm do'a
semoga terjawab yg ku damba..
Bait Sepi
Berlabuh di kesunyian jiwa..
mencari makna eja kata
dalam dunia yang tak ku mengerti
Sepi,
mencari makna eja kata
dalam dunia yang tak ku mengerti
Sepi,
Minggu, 22 April 2012
Dentang Waktu Kaukah Itu
Kulukis hidupku dengan jejak kenangan,
Ada rindu berbunga, derai airmata, dan doa
Di keluasan semesta, di kaki cakrawala
Kuterkenang pada pijar cahaya
tempat kita menghabiskan waktu di bawah rintik hujan,
Hadirkan pelangi di ufuk jingga
Kepada semesta itu kukatakan 'setiap dentang waktu adalah kau,yang tak pernah beranjak dari lamunan' ...
Ah,inikah igauan?
Melamunku pada sketsa sunyi
Wajah-wajah purba, sekarat kian berkarat
Dalam sepi aku terbuang,
Namun ada selarik senyummu tertinggal di sini
Disisi keruhnya nurani
Disimpang jalan sebuah ambisi
Di peradaban tandus dan semakin gersang
Di dinding kamarku yang kian berdebu
Adalah kau!
Mengusik ku dikesunyian abadi
Di ujung pengharapan pijar cahaya yang semakin memudar
Adalah kau!
Yang tak mau bersekutu dengan waktu
Di kusamnya kaki-kaki langit
Hingga saatnya tiba
Dimanakah hati ku pijakkan pengabdian?
Kepadamu,ahh entah.......
Biarkan waktu yang menemui jawabnya
Bukan aku yang menggali detik ke menit dan seterusnya..
Ada rindu berbunga, derai airmata, dan doa
Di keluasan semesta, di kaki cakrawala
Kuterkenang pada pijar cahaya
tempat kita menghabiskan waktu di bawah rintik hujan,
Hadirkan pelangi di ufuk jingga
Kepada semesta itu kukatakan 'setiap dentang waktu adalah kau,yang tak pernah beranjak dari lamunan' ...
Ah,inikah igauan?
Melamunku pada sketsa sunyi
Wajah-wajah purba, sekarat kian berkarat
Dalam sepi aku terbuang,
Namun ada selarik senyummu tertinggal di sini
Disisi keruhnya nurani
Disimpang jalan sebuah ambisi
Di peradaban tandus dan semakin gersang
Di dinding kamarku yang kian berdebu
Adalah kau!
Mengusik ku dikesunyian abadi
Di ujung pengharapan pijar cahaya yang semakin memudar
Adalah kau!
Yang tak mau bersekutu dengan waktu
Di kusamnya kaki-kaki langit
Hingga saatnya tiba
Dimanakah hati ku pijakkan pengabdian?
Kepadamu,ahh entah.......
Biarkan waktu yang menemui jawabnya
Bukan aku yang menggali detik ke menit dan seterusnya..
Seuntai Puisi Sejumput Kerinduan
Ku miliki sejumput kerinduan
Yang ku petik dari kejatuhannya embun pagi
Melintasi sepi,,dan sorak sorai kunang2 beranjak menepi
Aku hilang dalam kobar bayang rembulan semalam di tepian nurani
Angin yang meliuk lambai senada irama dalam balutan semesta
Pagi ini memaksa jiwa yang ringkih ini kembali dalam bejana nestapa
Mengejar bayang kembang paling mayang
Aku tak akan pernah berhenti menulisimu seuntai puisi
Meski tak indah,namun ku berharap ia bisa memberimu kebahagiaan
Seumpama hujan yang tak henti mericik
Membasahi bumi hatimu meski sepercik
Untuk mu, kan ku buatkan sebaris sajak yang kuambil dari separuh cahaya dari selengkung senja,dari malam yang keliru bertalu
Nikmati saja agar tiada kelabu
Sungguh
Aku merindukan mu, rindu yang dulu kau tebar di pelataran sukmaku
Membuat jiwa meradang
Luluh akan pesona setiap jengkal nada yang kau tuang..
Ahh Dinda ! Aku melafalkan kata2 yang tak sengaja terangkai
Dari hembusan nafas yang kian melemas
Merindukanmu tanpa batas
Dari wangi tubuhmu yang membius urat syaraf
Mencintaimu tanpa sarat...
Meski enggan, terimalah meski tiada kan berbalas
Yang ku petik dari kejatuhannya embun pagi
Melintasi sepi,,dan sorak sorai kunang2 beranjak menepi
Aku hilang dalam kobar bayang rembulan semalam di tepian nurani
Angin yang meliuk lambai senada irama dalam balutan semesta
Pagi ini memaksa jiwa yang ringkih ini kembali dalam bejana nestapa
Mengejar bayang kembang paling mayang
Aku tak akan pernah berhenti menulisimu seuntai puisi
Meski tak indah,namun ku berharap ia bisa memberimu kebahagiaan
Seumpama hujan yang tak henti mericik
Membasahi bumi hatimu meski sepercik
Untuk mu, kan ku buatkan sebaris sajak yang kuambil dari separuh cahaya dari selengkung senja,dari malam yang keliru bertalu
Nikmati saja agar tiada kelabu
Sungguh
Aku merindukan mu, rindu yang dulu kau tebar di pelataran sukmaku
Membuat jiwa meradang
Luluh akan pesona setiap jengkal nada yang kau tuang..
Ahh Dinda ! Aku melafalkan kata2 yang tak sengaja terangkai
Dari hembusan nafas yang kian melemas
Merindukanmu tanpa batas
Dari wangi tubuhmu yang membius urat syaraf
Mencintaimu tanpa sarat...
Meski enggan, terimalah meski tiada kan berbalas
Rabu, 11 April 2012
Kepada Rindu
kau tikam aku dengan rinduku
merebahlah dada di ufuk cahaya cinta
bisu sejuta kata membakar napasku
kau diam dalam sajakmu
angin yang melindap sepi pada pagi menceritakan pesona-pesona alam rayamu
disemesta dingin ini
kurengkuh jiwamu dalam hidupku
dan ketika harap itu bermunajat
Kuletakan engkau di selaksa jiwaku
Kerinduan,,, adalah kau yang membahagiakanku
Pondok Indah 12 April 2012
merebahlah dada di ufuk cahaya cinta
bisu sejuta kata membakar napasku
kau diam dalam sajakmu
angin yang melindap sepi pada pagi menceritakan pesona-pesona alam rayamu
disemesta dingin ini
kurengkuh jiwamu dalam hidupku
dan ketika harap itu bermunajat
Kuletakan engkau di selaksa jiwaku
Kerinduan,,, adalah kau yang membahagiakanku
Pondok Indah 12 April 2012
Minggu, 08 April 2012
Dhara Dalam Sebait Puisi
Hamparan taman berbunga simpan cerita tentang kita yang tak mampu bersekutu dengan waktu
Pada garis-garis tubuhmu yang rembulan,
serupa gemintang wajahmu hadirkan manja ditiap senyap sepiku
Adalah engkau bunga yang menopang separuh raga di lelara hatiku
Pada dirimulah aku titipkan sebongkah rasa, rasa yang turun dari hakikat cinta mendebarkan jantung, melemahkan nafas
Meleburlah aku di genang bait cintamu disetumpuk kata manja dan geliatmu
Kau lemparkan aku pada hamparan rindu yang tak berkesudahan menjejak ranah jiwaku begitu rupa mencumbu
Melukiskan kegelisahan dalam jiwa
menampar hingga bergetar Qalbu terkapar
Kan kurengkuh jiwamu dalam kesucian sebagai fitrah dari Sang Pencipta yang Maha Mencinta
Biarkan jiwa kita menyatu dalam besarnya gejolak rasa
Rasa yang kita gali di kedalaman hatiku hatimu
Rinduku tak akan pernah pudar,hingga hari memanggilku pada gundukan tanah tempat aku berasal...
Pada garis-garis tubuhmu yang rembulan,
serupa gemintang wajahmu hadirkan manja ditiap senyap sepiku
Adalah engkau bunga yang menopang separuh raga di lelara hatiku
Pada dirimulah aku titipkan sebongkah rasa, rasa yang turun dari hakikat cinta mendebarkan jantung, melemahkan nafas
Meleburlah aku di genang bait cintamu disetumpuk kata manja dan geliatmu
Kau lemparkan aku pada hamparan rindu yang tak berkesudahan menjejak ranah jiwaku begitu rupa mencumbu
Melukiskan kegelisahan dalam jiwa
menampar hingga bergetar Qalbu terkapar
Kan kurengkuh jiwamu dalam kesucian sebagai fitrah dari Sang Pencipta yang Maha Mencinta
Biarkan jiwa kita menyatu dalam besarnya gejolak rasa
Rasa yang kita gali di kedalaman hatiku hatimu
Rinduku tak akan pernah pudar,hingga hari memanggilku pada gundukan tanah tempat aku berasal...
Sabtu, 07 April 2012
Gerimis Dimatamu
Aku mendapatimu berayun
pada gugusan bintang
Di seketika kau melesapkan rindu
pada separuh bulan
Lalu kepada malam kau titipkan pagi
di gigilnya rasa
'ahh...sayang,
lekas kemari aku melihat gerimis dimatamu
yang kejora'
pada gugusan bintang
Di seketika kau melesapkan rindu
pada separuh bulan
Lalu kepada malam kau titipkan pagi
di gigilnya rasa
'ahh...sayang,
lekas kemari aku melihat gerimis dimatamu
yang kejora'
Jumat, 06 April 2012
Aku Tanpa Hadirmu
Pada hujan yang rimbun mengembun
Lamat-lamat kudengar gerimis mengalun
Rengkah menggeliat mencipta derai air mata
'Tak jua sirna rindu melindap' ucap sang bayu yang bertiup sayup
Debaran rasa merayap di dasar dada
Lemas nafas kian meranggas,tak usai jua larik berucap
'Aku cemas jika kau tak datang' ucapku pada pijar tempatku bersandar
Mata teduhmu lembut mengabut,menampar bagai badai pada rinduku yang menumpuk
Sekilas saja kau mampu buatku tak berdaya
Jika kau tak basuh kerontang dahaga di rimbunnya gejolak rasa
Kau yang membawaku ditelaga kasih
Maka akulah yang akan merengkuhmu dalam balutan cinta..
Lamat-lamat kudengar gerimis mengalun
Rengkah menggeliat mencipta derai air mata
'Tak jua sirna rindu melindap' ucap sang bayu yang bertiup sayup
Debaran rasa merayap di dasar dada
Lemas nafas kian meranggas,tak usai jua larik berucap
'Aku cemas jika kau tak datang' ucapku pada pijar tempatku bersandar
Mata teduhmu lembut mengabut,menampar bagai badai pada rinduku yang menumpuk
Sekilas saja kau mampu buatku tak berdaya
Jika kau tak basuh kerontang dahaga di rimbunnya gejolak rasa
Kau yang membawaku ditelaga kasih
Maka akulah yang akan merengkuhmu dalam balutan cinta..
Minggu, 18 Maret 2012
Gemetar Rasa
Rinduku,
sama halnya dengan mendekap angin
Tak tergenggam atau sekedar membelai wajahku
Bibirku kelu,
menyekap kata yang lenyap terucap
Terhempas lepas dikedap dadamu
Cinta,
kau ajaklah aku berdansa di keluasan semesta,
Urai kerinduan atas nama cinta
Lalu,
rengkuh aku di kedalaman
rona ranummu,
kau kupeluk di bingkai hatiku
Biarkan hujan saat ini menghujam
menusuk dingin
Dan biarkan langit menggugurkan hening
Agar menjadi saksi rinduku hingga berakhir pelangi
~Anton Rhs~
sama halnya dengan mendekap angin
Tak tergenggam atau sekedar membelai wajahku
Bibirku kelu,
menyekap kata yang lenyap terucap
Terhempas lepas dikedap dadamu
Cinta,
kau ajaklah aku berdansa di keluasan semesta,
Urai kerinduan atas nama cinta
Lalu,
rengkuh aku di kedalaman
rona ranummu,
kau kupeluk di bingkai hatiku
Biarkan hujan saat ini menghujam
menusuk dingin
Dan biarkan langit menggugurkan hening
Agar menjadi saksi rinduku hingga berakhir pelangi
~Anton Rhs~
Jumat, 16 Maret 2012
Tentangmu
Aku merangkak sampai bisa tertatih melangkah itu dari dirimu
Aku yang dulu kucel dan kusam,lantas belajar bersolek
Itupun kutahu darimu
Alam pikirku yang tadinya polos tak bercorak
Itupun tak lain dirimulah yang memberi kanvas penuh warna pada jiwaku
Dan,
Sosokmu begitu lekat pada ari-ariku
Aku yang dulu kucel dan kusam,lantas belajar bersolek
Itupun kutahu darimu
Alam pikirku yang tadinya polos tak bercorak
Itupun tak lain dirimulah yang memberi kanvas penuh warna pada jiwaku
Dan,
Sosokmu begitu lekat pada ari-ariku
Kamis, 15 Maret 2012
Senja dipantai Makasar
Senja ini,
di antara syahdu angin laut yang bernyanyi. Seirama dengan tarian ombak yang menggulung-gulung memecah pantai. Menyusuri buti-butir pasir yang kemilau oleh mentari yang mengintip malu dibalik tirai senja.
Diiringi panorama burung-burung yang meliuk-liuk indah di angkasa.
Tenang...damai...mendengar alam bernyanyi layaknya vokal grup yang saling melengkapi.
Subhanallah....
Maha Suci Allah yang menciptakan alam sedemikian indah ini.
Dan aku seakan-akan mendengar mereka semua melantunkan Surat Ar-Rahman berbisik ditelingaku
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari,
dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya Kemudian bertemu...
Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.
''Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.
''Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Dan kepunyaanNya lah bahtera-bahtera yang Tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.
''Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
(QS. Ar-Rahman [55] : 16-25)
Aku berdiri di tepian pantai,
Mataku tajam menatap lautan yang membentang luas.
Jiwaku jadi kerdil,
Betapa kecilnya diri ini jika dibandingkan makhlukNya yang lain.
Apa lagi jika dibanding dengan DIA yang menciptakan ini semua.
Allahuakbar....!!
Maha Besar Allah dengan semua ciptaanNya.
Kilau mentari yang menghiasi langit senja ini semakin indah dan semakin meninggalkan hari.
Rasanya ingin berlama-lama di bibir pantai ini. Mentafakuri dan menikmati ciptaanNya yang jarang sekali aku lihat,,
kecuali....
ketika aku pulang ke makasar,,,,,
di antara syahdu angin laut yang bernyanyi. Seirama dengan tarian ombak yang menggulung-gulung memecah pantai. Menyusuri buti-butir pasir yang kemilau oleh mentari yang mengintip malu dibalik tirai senja.
Diiringi panorama burung-burung yang meliuk-liuk indah di angkasa.
Tenang...damai...mendengar alam bernyanyi layaknya vokal grup yang saling melengkapi.
Subhanallah....
Maha Suci Allah yang menciptakan alam sedemikian indah ini.
Dan aku seakan-akan mendengar mereka semua melantunkan Surat Ar-Rahman berbisik ditelingaku
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari,
dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya Kemudian bertemu...
Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.
''Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.
''Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
Dan kepunyaanNya lah bahtera-bahtera yang Tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.
''Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...?''
(QS. Ar-Rahman [55] : 16-25)
Aku berdiri di tepian pantai,
Mataku tajam menatap lautan yang membentang luas.
Jiwaku jadi kerdil,
Betapa kecilnya diri ini jika dibandingkan makhlukNya yang lain.
Apa lagi jika dibanding dengan DIA yang menciptakan ini semua.
Allahuakbar....!!
Maha Besar Allah dengan semua ciptaanNya.
Kilau mentari yang menghiasi langit senja ini semakin indah dan semakin meninggalkan hari.
Rasanya ingin berlama-lama di bibir pantai ini. Mentafakuri dan menikmati ciptaanNya yang jarang sekali aku lihat,,
kecuali....
ketika aku pulang ke makasar,,,,,
Langganan:
Postingan (Atom)