Dalam refleksi buih lautan
Tersirat buas ganasnya bencana itu
Gemuruh sumbang, bibir laut menggarang
Tuntun amarah hingga kepuncak gunung dan jurang
Bumi pertiwi menangis lagi
Di minggu pagi, ketika tak sadar langit berelegi
Iringi Izrail turun ke rahim bumi, membawa seribu kabar kematian
: duka luka
Duka tanah rencong, luka anak negeri
*sewindu tsunami Aceh, kami tak lupa...istirahatlah dengan tenang wahai saudaraku
Semesta Cinta Bertasbih
~ Sebab Cinta Adalah Kau ~
Sabtu, 29 Desember 2012
Selasa, 25 Desember 2012
Puisi Untuk Gaza Palestina
Pagi ini kudengar berita kurang sedap di televisi
Kemarin sore seorang mujahid syahid
Dengan dada robek dihujam roket Zionis
Kematiannya menyulut api di bukit zion Tel Aviv
Membakar Be'er Sheva hingga kejantung Jerussalem
Aku masih didepan televisi
Menonton barikade tentara iblis
Menyaksikan pongah manusia-manusia serakah
Aku masih didepan televisi
Mendengar berita tangis-jerit anakanak Gaza
menyaksikan iringan keranda-keranda syahida
Aku masih didepan televisi
Melihat darah tertumpah di bumi Allah Palestina
Yang bergolak karena ulah licik para kera yang hatinya telah lama durjana
Aku matikan televisi
Aku berdo'a "Allahummanshur ikhwaananal mujaahidiina fii Ghaza wa fii kulli makaan. Ya Rabbal Mustadh'afiin, Ya Rabbal 'Arsyil 'Azhiim". Amin
Save Al Quds, Free Gaza, Free Palestine
Kemarin sore seorang mujahid syahid
Dengan dada robek dihujam roket Zionis
Kematiannya menyulut api di bukit zion Tel Aviv
Membakar Be'er Sheva hingga kejantung Jerussalem
Aku masih didepan televisi
Menonton barikade tentara iblis
Menyaksikan pongah manusia-manusia serakah
Aku masih didepan televisi
Mendengar berita tangis-jerit anakanak Gaza
menyaksikan iringan keranda-keranda syahida
Aku masih didepan televisi
Melihat darah tertumpah di bumi Allah Palestina
Yang bergolak karena ulah licik para kera yang hatinya telah lama durjana
Aku matikan televisi
Aku berdo'a "Allahummanshur ikhwaananal mujaahidiina fii Ghaza wa fii kulli makaan. Ya Rabbal Mustadh'afiin, Ya Rabbal 'Arsyil 'Azhiim". Amin
Save Al Quds, Free Gaza, Free Palestine
Senin, 10 September 2012
Isyarat Luka Matahari
aku berlayar menuju luka matahari
menuju rindu tempat kau tanam duka
di pelabuhan tak bernama mungkin tiada
hanya satu isyarat kau wartakan kala itu
: kau menyebutnya cinta
dari manis ucapan mendenyutkan urat nadi
layarku mengembang
mencabik duka
merobek dada
mengkoyak jiwa
seribu tualang juga pengembaraan kulalui
dari perjalanan sehabis petang
dengan layar gontai;menguntai serpihan imaji yang ketelingsut di dada kiri
sejenak berilusi
bahkan berhalusinasi
: terbuai lena akan keniscayaan
dijalanan matahari sauh tak jua kudapati
dimana dirimu?
hanya riakriak kecil menyentuh ujung kaki
rupanya anakanak pantai memecah gulungan ombak
menggulung sauh hingga berserak
seraya tak percaya;layarku patah jadi dua
kujejak tanah tempatku berpijak
kaki bersinggungan semak
menapaki belukar perdu juga tangkai padma
mawar berduri pun tak ku anggap ada
berjalan tiada henti demi mendapatimu;dijalan gelap tanpa cahaya
menyibak gelombang;kuhantam karang
( bertanya pada laut yang menenggelamkan matahari )
dimana rimba rindu mu hendak kutaut
sedang diri tak temukan mu berdiri di tepi laut
aku berputar
mencari titik dimana langkahku menjejak
apakah ini hanya igauan?
kembali jiwa dilanda resah
ketika kusadar
laut menenggelamkanmu bersama matahari yang sempat kau isyaratkan
: cinta
( kini aku pahami isyarat itu )
menuju rindu tempat kau tanam duka
di pelabuhan tak bernama mungkin tiada
hanya satu isyarat kau wartakan kala itu
: kau menyebutnya cinta
dari manis ucapan mendenyutkan urat nadi
layarku mengembang
mencabik duka
merobek dada
mengkoyak jiwa
seribu tualang juga pengembaraan kulalui
dari perjalanan sehabis petang
dengan layar gontai;menguntai serpihan imaji yang ketelingsut di dada kiri
sejenak berilusi
bahkan berhalusinasi
: terbuai lena akan keniscayaan
dijalanan matahari sauh tak jua kudapati
dimana dirimu?
hanya riakriak kecil menyentuh ujung kaki
rupanya anakanak pantai memecah gulungan ombak
menggulung sauh hingga berserak
seraya tak percaya;layarku patah jadi dua
kujejak tanah tempatku berpijak
kaki bersinggungan semak
menapaki belukar perdu juga tangkai padma
mawar berduri pun tak ku anggap ada
berjalan tiada henti demi mendapatimu;dijalan gelap tanpa cahaya
menyibak gelombang;kuhantam karang
( bertanya pada laut yang menenggelamkan matahari )
dimana rimba rindu mu hendak kutaut
sedang diri tak temukan mu berdiri di tepi laut
aku berputar
mencari titik dimana langkahku menjejak
apakah ini hanya igauan?
kembali jiwa dilanda resah
ketika kusadar
laut menenggelamkanmu bersama matahari yang sempat kau isyaratkan
: cinta
( kini aku pahami isyarat itu )
Minggu, 09 September 2012
Elegi Senja
Sekelumit doa dan senja terdampar di pucat bianglala
Mentari dan kepak camar saling berebut selimut malam
Diantar sahutan kumandang adzan mencari perlindungan
Mereka bertasbih memuji Tuhannya
Kujemput rakaat di mimbar paling sunyi
Dan barat adalah tempat berkumpulnya mata hati
Sebuah elegi senja telah aku tuntaskan
Menjadikannya isyarat menuai malam
Syair malam rakaat purba, menelisik relung jiwa atas dosa-dosa
Di seuntai gemerlap duniawi mata memandang ke arah arsyi
Nampaklah kengerian, sudikah kiranya Tuhan berikan surga untukku
Dentuman hati terpancang bisu
Kaku mata tak sanggup menelaah tipuan fana
Sejenak tafakurkan diri
Mengharap cahaya Illah, Rabb'ul Izzati
Mentari dan kepak camar saling berebut selimut malam
Diantar sahutan kumandang adzan mencari perlindungan
Mereka bertasbih memuji Tuhannya
Kujemput rakaat di mimbar paling sunyi
Dan barat adalah tempat berkumpulnya mata hati
Sebuah elegi senja telah aku tuntaskan
Menjadikannya isyarat menuai malam
Syair malam rakaat purba, menelisik relung jiwa atas dosa-dosa
Di seuntai gemerlap duniawi mata memandang ke arah arsyi
Nampaklah kengerian, sudikah kiranya Tuhan berikan surga untukku
Dentuman hati terpancang bisu
Kaku mata tak sanggup menelaah tipuan fana
Sejenak tafakurkan diri
Mengharap cahaya Illah, Rabb'ul Izzati
Lorong Doa
#1
Ketika aku pudar dan tak mampu menggenggam kabut
Ketika angin melenyapkan kata-kata di keningku
Ketika bathin terkoyak di tumpukan belulang zaman
Aku ingin Engkau mengasuh lentik matahari yang sembunyi di ketiak ku
Mendinginkan baranya
Hempaskan limbaknya yang gaduh mengguruh
#2
Disaat aku kehilangan arah dan kuyup basah oleh gigil hujan
Disaat kalut melintas di dahi berkerut
Dan saat raga tak mampu menopang gerak langkah
Tunjukkan padaku bahwasanya ada kuasaMu mengalir di sungai jiwaku
#3
Tuhan,
Tuliskan qalamMu pada segenap jiwaku yang ringkih
Hingga tak ku rasai perih
Sebait saja ucapan salam dari surga
Biar kucari hakikat cinta
Dan kutapaki jejak rahmah menuju singgasanaMu
Ketika aku pudar dan tak mampu menggenggam kabut
Ketika angin melenyapkan kata-kata di keningku
Ketika bathin terkoyak di tumpukan belulang zaman
Aku ingin Engkau mengasuh lentik matahari yang sembunyi di ketiak ku
Mendinginkan baranya
Hempaskan limbaknya yang gaduh mengguruh
#2
Disaat aku kehilangan arah dan kuyup basah oleh gigil hujan
Disaat kalut melintas di dahi berkerut
Dan saat raga tak mampu menopang gerak langkah
Tunjukkan padaku bahwasanya ada kuasaMu mengalir di sungai jiwaku
#3
Tuhan,
Tuliskan qalamMu pada segenap jiwaku yang ringkih
Hingga tak ku rasai perih
Sebait saja ucapan salam dari surga
Biar kucari hakikat cinta
Dan kutapaki jejak rahmah menuju singgasanaMu
Sebuah Cerita
Aku yang sedang sendu teringat ibuku
Pernah ia bercerita tentang ketika aku terlahir yatim
Saat itu mentari tengah piatu
Padam tanpa bara
Hanya kecipak telaga memecah keheningan
Riaknya serupa goresan
Menuliskan alur kehidupan
Kehidupanku di tanah peradaban
Hingga tertidur panjang
Pernah ia bercerita tentang ketika aku terlahir yatim
Saat itu mentari tengah piatu
Padam tanpa bara
Hanya kecipak telaga memecah keheningan
Riaknya serupa goresan
Menuliskan alur kehidupan
Kehidupanku di tanah peradaban
Hingga tertidur panjang
Langganan:
Postingan (Atom)